Selasa, 28 Januari 2014

Bahasa Indonesia

Kebudayaan di Yogyakarta



Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Karya Ilmiah  Bahasa Indonesia ini. Tidak lupa juga Saya capkan terima kasih kepada guru bahasa Indonesia yaitu Ibu Anita W. yang telah membimbing Saya agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah Ini.
Karya Ilmiah Ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kebudayaan di Yogyakarta, yang Saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh Saya dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri Saya maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya Karya Ilmiah  ini dapat terselesaikan.
Semoga Karya Ilmiah Saya Dapat bermanfaat bagi semua yang membaca Karya Tulis Saya ini, Khususnya pada diri saya sendiri, Dan  Mudah mudahan Juga  dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca . Walaupun Karya Ilmiah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya mohon maaf dan Terima kasih.

Penyusun




BAB I
PENDAHULAN
1.1  Latar Belakang
     Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.
     Jogjakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang terletak di pulau Jawa. Yang banyak terdapat kebudayaan, adat istiadat yang masih melekat di kawasan ini, jogjakarta sering di jadikan tempat untuk syuting film, liputan – luputan stasiun televise, tempat rekreasi,dan beragam lainnya, di karenakan tempat ini masih banyak mengandung unsur budaya.
     Untuk mendalami keanekaragaman Budaya pada Joga, maka saya membuat sebuah karya tulis, dan untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia,

1.2  Rumusan Masalah
Membuat siswa agar dapat mengetahui kebudayaan – kebudayaan yang ada di jogja
1.3  Tujuan

Lebih melekatkan siswa pada budaya Indonesia, khususnya Jogjakarta

1.4  Manfaat

Siswa akan lebih menghargai dan bangga terhadap budaya bangsanya sendiri



BAB II
PEMBAHASAN

1. Upacara adat Grebeg Kraton Yogyakarta

A.      Selayang Pandang
Upacara Adat Grebeg Keraton Yogyakarta merupakan upacara adat yang diadakan sebagai kewajiban sultan untuk menyebarkan dan melindungi agama Islam. Upacara yang lebih dikenal dengan nama grebeg ini pertama kali diadakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755—1792).
Nama grebeg sendiri berasal dari peristiwa miyos atau keluarnya sultan dari dalam istana bersama keluarga dan kerabatnya untuk memberikan gunungankepada rakyatnya. Peristiwa keluarnya sultan dan keluarganya ini diibaratkan seperti suara tiupan angin yang cukup keras, sehingga menimbulkan bunyi grebeg... grebeg...grebeg...
Upacara Grebeg diadakan tiga kali dalam setahun, pada tanggal-tanggal yang berkaitan dengan hari besar agama Islam, yakni Grebeg SyawalGrebeg Maulud, dan Grebeg Besar. Grebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk ungkapan syukur dari keraton setelah melampaui bulan puasa, dan sekaligus untuk menyambut datangnya bulan Syawal. Grebeg Maulud diadakan untuk merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Grebeg Besar, diselenggarakan untuk merayakan Idul Adha yang terjadi dalam bulan Zulhijah, yang dalam kalender Jawa sering disebut sebagai bulan besar.


B.      Keistimewaan
Upacara Grebeg ini dimulai dengan parade prajurit keraton. Di dalam Keraton Yogyakarta, terdapat sepuluh kelompok prajurit, yakni: Wirobrojo, Daheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawirotama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa. Satu per satu, delapan kelompok prajurit keluar dari Siti Hinggil melewati Pagelaran dan berhenti di Alun-alun Utara dengan formasi barisan khasnya. Masing-masing kelompok menggunakan pakaian kebesaran prajurit, membawa senjata khusus, panji-panji, seraya memainkan alat musik. Usai delapan kelompok prajurit keluar, barisan dilanjutkan dengan keluarnya Manggala Yudha(panglima keraton). Di akhir parade, gunungan dibawa keluar dari Siti Hinggil dengan diiringi oleh dua kelompok prajurit sisanya.
Gunungan merupakan tumpukan makanan yang menyerupai gunung, yang menjadi ciri khas dalam setiap Upacara Grebeg. Gunungan terdiri dari berbagai hasil bumi, dan merupakan simbol dari kemakmuran Keraton Yogyakarta, yang nantinya akan dibagikan kepada rakyatnya. Dalam perayaan grebeg, terdapat enam jenis gunungan, masing-masing memiliki bentuk yang berbeda dan terdiri dari jenis makanan yang berbeda pula. Gunungan dharat merupakan gununganyang puncaknya berhamparkan kue besar berbentuk lempengan yang berwarna hitam dan di sekelilingnya ditancapi dengan ilat-ilatan, yaitu kue ketan yang berbentuk lidah. Gunungan gepak merupakan gunungan yang terdiri dari empat puluh buah keranjang yang berisi aneka ragam kue-kue kecil dengan lima macam warna, yaitu merah, biru, kuning, hijau, dan hitam. Gunungan kutug/bromo terdiri dari beraneka ragam kue-kue yang di bagian puncaknya diberi lubang, sehingga tampak sebuah anglo berisi bara yang membakar kemenyan. Gunungan lanangpada bagian puncaknya ditancapi kue dari tepung beras yang disebut mustaka(kepala). Gunungan ini terdiri dari rangkaian kacang panjang, cabe merah, telur itik, dan ketan. Gunungan wadon merupakan gunungan yang terdiri dari beraneka ragam kue-kue kecil dan juga kue ketan. Gunungan pawuhan merupakan gunungan yang bentuknya mirip dengan gunungan wadon, namun pada bagian puncaknya ditancapi bendera kecil berwarna putih.
Gunungan-gunungan ini kemudian dibawa menuju Alun-alun Utara. Saat itulah, prajurit keraton yang sudah berbaris di sana memberikan salvo (tembakan serentak sejumlah senapan), sebagai tanda penghormatan. Usai tanda penghormatan diberikan, dengan diiringi oleh seluruh prajurit, gunungan dibawa menuju Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan oleh penghulu masjid. Setelah didoakan, gunungan diturunkan agar bisa diambil oleh pengunjung yang sudah menantikan kedatangannya di sekitar Masjid Gedhe Kauman. Begitu diturunkan, pengunjung segera berebut untuk mengambil makanan apapun yang disusun dalam gunungan. Mereka yang berebut makanan ini percaya bahwa makanan yang ada dalam gunungan tersebut dapat mendatangkan berkah dan kesejahteraan. Beberapa jenis makanan ada yang dipercaya jika ditanam di sawah ataupun di kebun dapat menyuburkan tanah, sehingga hasil panennya akan baik.

C.      Lokasi
Keseluruhan Upacara Grebeg diadakan di tiga tempat berbeda, namun letaknya berdekatan. Upacara berawal di Pagelaran Keraton Yogyakarta, kemudian berjalan melewati Alun-alun Utara, dan berakhir di Masjid Gedhe Kauman. Semuanya terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, Indonesia

D.     Akses
Untuk sampai ke keraton, Anda dapat menggunakan bus Trans Jogja trayek 1B, 2A, 2B, dan 3A dari halte-halte terdekat dan membayar Rp 3.000,00. Jika menggunakan transportasi umum ini, Anda harus turun di halte Kantor Pos Besar, kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki atau menggunakan becak untuk sampai ke keraton. Jika ingin lebih nyaman dan mudah, Anda dapat menggunakan taksi dari tempat Anda menginap hingga depan loket keraton.

E.      Harga Tiket
Untuk melihat Upacara Adat Grebeg pengunjung tidak perlu membayar. Namun, jika pengunjung ingin masuk ke Pagelaran Keraton Yogyakarta diwajibkan membawa undangan dengan membelinya seharga Rp 10.000,00.

F.      Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar keraton terdapat tempat parkir untuk motor dan mobil, sehingga bagi Anda yang membawa kendaraan pribadi tidak perlu merasa khawatir. Selain itu, di luar gerbang keraton, pengunjung dapat menjumpai berbagai macam penjual mainan tradisional, suvenir, serta makanan dan minuman.

2.      Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng Kotagede

A.   Selayang Pandang
Kawasan Kotagede tidak hanya menyimpan pesona sejarah Kerajaan Mataram Islam, masyarakatnya juga memiliki tradisi budaya yang menjadi kegiatan rutin setiap tahun. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan adalah Ambengan Ageng Kotagede. Kegiatan budaya turun-temurun ini berupa kirab seni budaya yang berkembang hingga sekarang.
Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng yakni arak-arakan gunungan dengandikawal oleh abdi dalemKasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kirab ini sebagai bentuk visualisasi bersatunya keraton dengan masyarakat serta manunggalnya ulama dan umaro. Dengan berperan sebagai prajurit Kraton, warga Kotagede berusaha menumbuhkan rasa rindunya terhadap budaya serta sebagai penghargaan pada Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Kirab Ambengan Ageng ini terdiri dari Gunungan Kuliner Nawu Jagang dan sudah menjadi agenda pariwisata budaya. Kegiatan ini sekaligus menjadi upaya pelestarian nilai-nilai budaya yang adiluhung yang sudah menjadi identitas diri di sebuah lingkungan budaya. Harapannya, event ini mampu menjadi media untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di samping sebagai hiburan maupun salah satu upaya untuk mempromosikan pariwisata Yogyakarta.

B.     Keistimewaan
Kegiatan seni budaya ini sudah menjadi tradisi masyarakat Kotagede. Adanya kirab gunungan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke Yogyakarta. Gunungan menggambarkan seorang raja membagikan sedekah pada rakyatnya. Masyarakat membuat sepasang ambengan sebagai wujud dari hasil bumi dan hasil kuliner yang dibuat semacam gunungan dan dikirabkan. Kirab seni budaya yang diarak menuju Masjid Ageng Mataram Kotagede ini selalu mendapat sambutan yang meriah dari warga Kotagede dan pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut.
Terdapat dua gunungan yang melambangkan laki-laki dan perempuan sekaligus sebagai simbol manusia dan alam yang diciptakan berpasang-pasangan. Sepasang gunungan ini juga dapat diartikan sebagai penjual dan pembeli, serta perlambangan hidup dan mati. Isi dari gunungan itu adalah hasil bumi dan makanan tradisional yang terdiri dari kipo, banjar, yangko, roti kembang waru, dan lainnya. Prosesi kirab budaya ini merupakan upaya untuk melestarikan tradisi, dan sebagai bentuk ekspresi seni dan budaya semata.
Di halaman Masjid Kotagede, diadakan acara serah terima ambengan dariPengageng Keraton yang bertugas di Kotagede sebagai juru kunci makam, salah satunya adalah Kanjeng Raden Tumenggung Hastana Nagoro yang berasal dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ambengan diberikan kepada Lurah Jagalan kemudian diserahkan kepada Rois Penghulu Masjid Mataram untuk didoakan dan selanjutnya dimakan bersama-sama. Kirab ini juga diramaikan dengan jodhang (rumah kecil) yang terdiri dari Jodhang Kraton Sala danJodhang Kraton Ngayogyakarta.
Jodhang adalah rumah kecil, miniatur Masjid Mataram dengan logo Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, yang kemudian dibawa Pengageng Keraton Surakarta dan Yogyakarta bersama iring-iringan ke dalam halaman Masjid. Jodhang kemudian diserahterimakan dari Pengageng Keraton kepadaabdi dalem dari Surakarta maupun Yogyakarta sebagai simbol perintah. Di serambi masjid, di dalam jodhang itu dimaksukkan siwur (alat mengambil air), dan dengan disertai pembacaan shalawat, para abdi dalem berjalan ke Sendang Selirang. Di sendang, para abdi dalem mengambil air secara simbolik dan dimasukkan ke dalam kendi yang kemudian dibawa dengan jodhang yang dipikul.

C.    Lokasi
Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng Kotagede dimulai dari Kantor Kelurahan Jagalan menuju Masjid Ageng Mataram.

D.    Akses
Akses utama untuk menuju Kotagede adalah jalan yang melintang dari sebelah barat sungai Gadjah Wong yaitu Jalan Tegal Gendu hingga ke arah timur. Untuk menuju ke sana cukup mudah, karena banyak angkutan umum seperti bis kota, atau Trans Jogja yang melewati Kotagede. Selain itu bisa juga menggunakan kendaraan pribadi.

E.     Harga
Untuk bisa menyaksikan tradisi budaya Ambengan Ageng Kotagede ini, Anda tidak perlu merogoh kocek karena kegiatan ini gratis untuk siapa saja.

F.     Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Kegiatan Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng Kotagede dimeriahkan juga dengan malam pentas seni seperti shalawatan, kethoprak Mataram, wayang kulit, dan berbagai tari tradisional. Dalam kegiatan ini, Anda akan menyaksikan berbagai macam penampilan kesenian dan budaya dari warga Kotagede. Selain sebagai kawasan cagar budaya, Kotagede juga terkenal sebagai sentra kerajinan perak. Oleh karena itu, kawasan ini banyak terdapat toko yang menjual kerajinan perak dan aneka cinderamata. Tidak jauh dari Kotagede, terdapat fasilitas penginapan, dari hotel berbintang sampai hotel kelas melati, yang mudah diakses dari di pusat kota. 
3.      Jogja Java Carnval

A.     Selayang Pandang
Bagi sebuah kota, peringatan hari berdirinya daerah tersebut biasanya ditandai dengan acara yang meriah. Berbagai kegiatan digelar guna menyemarakkan peringatan hari jadi yang jatuh setahun sekali. Mulai dari malam tirakatan, pagelaran seni budaya, pameran produk-produk daerah, hingga konser musik band-band papan atas Indonesia. Begitu pula yang terjadi di Kota Yogyakarta. Kota yang dikenal sebagai kota pelajar ini juga memiliki agenda khusus ketika merayakan hari jadinya yang diperingati setiap tanggal 7 Oktober.
Salah satu acara yang menjadi agenda tahunan pemerintah kota Yogyakarta ini adalah Jogja Java Carnival. Acara ini biasanya digelar sebagai penutup sekaligus puncak selebrasi hari jadi Kota Yogyakarta. Jogja Java Carnival sendiri merupakan pagelaran seni budaya yang dikemas dengan konsep street carnaval atau parade jalanan. Berbagai karakter budaya yang ada di Kota Yogyakarta, baik budaya tradisional maupun budaya kontemporer dipadukan menjadi satu tanpa meninggalkan akar tradisi yang sudah terpatri dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta.
Selain sebagai perayaan hari jadi Kota Yogyakarta, Jogja Java Carnival juga bertujuan untuk menarik wisatawan supaya berkunjung ke Yogyakarta. Jogja Java Carnival menjadi kegiatan yang kreatif dan menarik karena berusaha mengemas ‘tontonan menjadi tuntunan’, sehingga sesuai dan selaras dengan citra Yogyakarta sebagai kota budaya.
Pemilihan konsep karnaval sebagai puncak perayaan hari jadi Kota Yogyakarta tentu saja diambil bukan tanpa sebab. Jika ditelusuri lebih jauh, prosesi ini mengacu pada sejarah Kota Yogyakarta yang tidak bisa lepas dari keberadaaan Keraton Yogyakarta.yang merupakan embrio dari kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan Kota Yogyakarta.
Seperti yang tercatat dalam sejarah, setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti, pada 13 Maret 1755 Sri Sultan memproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta. Pada 9 Oktober 1755, dibangunlah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Desa Pachetokan yang ada di Hutan Beringin. Kemudian, pada 7 Oktober 1756 Sri Sultan HB I bersama keluarganya pindah dari Keraton Ambar Ketawang menuju Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tanggal kepindahan Sri Sultan inilah yang kemudian digunakan sebagai hari jadi Kota Yogyakarta.
Prosesi boyongan dari Ambar Ketawang menuju Keraton Ngayogyakarta inilah yang kemudian menginspirasi penyelenggaraan Jogja Java Carnival. Karnaval yang selalu digelar pada malam hari ini selain dijadikan media promosi wisata juga merupakan ajang untuk mengukuhkan ikon Yogyakarta sebagai kota budaya.

B.     Keistimewaan
Selama ini, sebagian besar karnaval atau parade jalanan yang ada di Indonesia dilangsungkan pada siang hari. Sebut saja Solo Batik Carnival, Jember Fashion Carnival, atau Salatiga Carnival Center. Oleh karena itu, menjadi satu nilai plus ketika Jogja Java Carnival dikonsep sebagai night carnival dengan koreografi yang berpijak pada konsep street performance. Jalan yang akan dilalui oleh peserta karnaval dan kendaraan hias yang melintas, selalu bertabur dengan lampu warna-warni. Kesan megah dan mewah pun begitu kental terasa.
Sekitar pukul 20.00 WIB, jalan Malioboro berubah menjadi lautan manusia dan panggung pertunjukan berjalan. Ratusan peserta karnaval dengan kostum warna-warni mulai turun ke jalan. Peserta karnaval biasanya terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan tema yang diusungnya. Dalam tiap tahunnya, tema yang diusung Jogja Java Carnival selalu berubah. Berbagai komunitas seni budaya yang ada di Yogyakarta juga turut memeriahkan Jogja Java Carnival. Sebut saja padepokan Bagong Kusudiarjo, kelompok Gamelan Gaul Gayam 16, sanggar tari Natya Laksitha, mahasiswa ISI, mahasiswa UNY, dan kelompok seni lainnya. Sambil berparade, masing-masing kelompok mempertontonkan kebolehannya sesuai dengan bidang masing-masing.
Meskipun bernama Jogja Java Carnival, acara ini tidak melulu menampilkan budaya Yogyakarta saja. Ada banyak peserta yang berasal dari daerah lain, bahkan peserta dari luar negeri. Semua itu semakin memeriahkan pagelaran budaya Jogja Java Carnival. Sembari menunggu peserta memulai karnaval dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, di panggung kehormatan yang terletak di Alun-alun Utara ditampilkan tari kreasi yang dibawakan oleh puluhan hingga ratusan orang. Khusus untuk pertunjukan di panggung kehormatan, tidak semua penonton dapat menyaksikannya, karena hanya tamu yang membawa undangan yang boleh masuk ke area ini.
Setelah semua peserta karnaval sampai di Alun-alun Utara, ratusan kembang api mulai dinyalalakan. Pesta kembang api sebagai penutup Jogja Java carnival pun dimulai. Cahaya terang warna-warni bertaburan dan menghiasi langit malam Yogyakarta. Masyakarat yang memadati lokasi akan menunggu hingga kembang api terakhir padam. Setelah itu, satu persatu dari mereka beranjak pulang atau melanjutkan menikmati malam di Yogyakarta dengan nongkrong di jantung Kota Yogyakarta (daerah perempatan Kantor Pos Besar, Benteng Vredeburg, Alun-alun Utara, Gedung Agung) yang dikenal dengan sebutan titik nol kilometer.

C.     Lokasi
Pesta budaya Jogja Java Carnival dilaksanakan di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, Indonesia. Peserta biasanya akan memulai karnaval dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, Jalan Malioboro, perempatan Kantor Pos Besar, dan berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

D.     Akses
Lokasi pelaksanaan Jogja Java Carnival terletak tepat di jantung Kota Yogyakarta, oleh karena itu akses menuju tempat dilangsungkannya karnaval tergolong mudah. Namun, berhubung karnaval selalu dilaksanakan pada malam hari, satu-satunya moda transportasi umum yang dapat digunakan adalah bus Transjogja. Selain itu, wisatawan dapat naik taksi, andong, becak, atau kendaraan pribadi.

E.     Harga Tiket
Untuk dapat menikmati pagelaran Jogja Java Carnival, wisatawan tidak dipungut biaya sepeser pun. Jogja Java Carnival biasanya dilaksanakan pada bulan Oktober, sebagai acara pamungkas sekaligus puncak selebrasi HUT Kota Yogyakarta.

F.     Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Meskipun Jogja Java Carnival diselenggarakan pada malam hari, wisatawan yang berniat untuk melihat karnaval ini tidak perlu terlalu memusingkan masalah akomodasi. Sebab, lokasi penyelenggaraan kegiatan ini terletak tepat di jantung Kota Yogyakarta. Semua fasilitas yang diperlukan wisatawan ada di kawasan tersebut. Penginapan sederhana hingga hotel berbintang semuanya ada. Pusat perbelanjaan, restoran, tempat ibadah, rumah sakit, bank, atm, warung internet, telefon umum, semua akan dijumpai dengan mudah.
Wisatawan juga tidak perlu khawatir mengenai masalah transportasi. Meski bus transjogja hanya beroperasi hingga pukul 22.00 WIB, taksi akan mudah diperoleh di kawasan ini. Becak dan andong juga dapat dijadikan transportasi alternatif. Jika Anda harus bergegas menuju kota lain seusai menyaksikan karnaval, Anda bisa langsung menuju ke Stasiun Tugu yang bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki dari Malioboro.


4.      Kondur Gongso

A.     Selayang Pandang
Kondur dalam bahasa Jawa berarti “kembali atau pulang” dan Gongsoberarti “gamelan”, jadi Kondur Gongso adalah sebuah prosesi kembalinya dua perangkat gamelan milik keraton dari Masjid Agung Kauman pada menjelang tengah malam. Dua perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilogo itu merupakan duplikat dari gamelan Demak yang merupakan kerajaan pertama yang mewarisi tradisi perayaan Sekaten. Dulu, gamelan menjadi salah satu media untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkan syiar agama Islam.
Prosesi Kondur Gongso ini didahului dengan sebar udhik-udhik di Pagongan Utara dan Pagongan Selatan. Raja Keraton Ngayogyakarta HadiningratSri Sultan Hamengku Buwono X melakukan sebar udhik- udhik yang terdiri dari beras kuning, uang logam, dan bunga. Ritual ini melambangkan kemurahan Sultan kepada rakyat untuk memberi kemakmuran. Dalam tradisi ini, biasanya ratusan orang sudah memadati lokasi sejak sore untuk berlomba-lomba merayah udhik-udhik yang dipercaya bisa mendapatkan berkah, ketenangan, dan kelancaran rejeki.
Setelah sebar udhik-udhik dilakukan, dua perangkat gamelan pusaka tersebut kemudian dibawa dari pagongan halaman Masjid Agung menuju Gedong Gongso Sri Manganti Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Upacara Kondur Gongso atau masuknya kembali gamelan ke dalam Keraton menjadi akhir dari Perayaan Sekaten dimana sebelumnya telah dilakukan Miyos Gongso yang kemudian kedua gamelan dibunyikan dan diperdengarkan terus-menerus selama tujuh hari, mulai dari tanggal 5 Maulud sampai menjelang Grebeg Maulud tanggal 12 Maulud. Dalam sehari, gamelan ditabuh sebanyak tiga kali yaitu pukul 08.00-11.00, 14.00-17.00, dan 20.00-23.00, kecuali pada hari Kamis malam Jumat sampai usai sholat Jumat.

B.      Keistimewaan
Sebelum diarak dari Masjid Agung Kauman ke dalam Keraton Ngayogyakarta, dua perangkat gamelan tersebut, diberi sesaji seperti bungkusan makanan serta rangkaian mawar dan melati di Pagongan Utara dan Pagongan Selatan. Setelah selesai dibunyikan dan diperdengarkan selama tujuh hari kedua gamelan kemudian diarak oleh puluhan abdi dalem dari Bregada Jogokariyan dan Patangpuluhan.
Seperti ketika Miyos Gongso, ribuan orang selalu berdesak-desakan untuk bisa menyaksikan arak-arakan diusungnya dua gamelan pusaka Keraton Jogja Kyai Kanjeng Guntur Madu dan Kyai Kanjeng Nogo Wilogo tersebut. Prosesi upacara Kondur Gongso berlangsung sehari sebelum Upacara Grebeg dilakukan. Kondur Gongso ini hanya berlangsung tiap Perayaan Sekaten yang merupakan upacara berakhirnya perayaan sekaten di alun-alun utara dalam menyambut Maulud Nabi.

C.     Lokasi
Pagongan Utara dan Pagongan Selatan Masjid Agung Kauman hingga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, letaknya di pusat Kota Yogyakarta.


D.     Akses
Lokasi Keraton Yogyakarta dan Masjid Agung Kauman yang terletak di pusat Kota Yogyakarta menjadikan akses menuju kawasan ini sangat mudah dicapai. Selain dapat menggunakan kendaraan pribadi, kawasan Keraton dan sekitarnya juga bisa diakses sebagian besar angkutan umum di Kota Yogyakarta. Sedangkan dari Malioboro atau Stasiun Tugu, Anda bisa langsung menuju ke arah selatan.

E.     Harga Tiket
Untuk bisa mengikuti prosesi dan upacara Kondur Gongso yakni kembalinya dua perangkat gamelan ke dalam Keraton Ngayogyakarta, Anda tidak dipungut biaya sepeserpun. Meskipun demikian, Anda harus tetap menyediakan dana untuk parkir kendaraan di area yang telah disediakan di sekitar Alun-alun Utara maupun di seputaran Masjid Agung Kauman.

F.      Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Prosesi Kondur Gongso ini hanya bisa Anda temukan setiap bulan Maulud dan mayoritas pengikut setianya adalah para lanjut usia. Mereka berharap bisa mendapat berkah dengan mengikuti rangkaian ritual Kondur Gongso. Dalam rangkaian tradisi ini, pedagang kecil yang didominasi orang-orang lanjut usia, tidak mau ketinggalan untuk menjajakan jajanan khas Sekaten seperti sirih, pecut, nasi gurih, dan endog abang (telur merah).

5.      Lampah Bisu Mubeng Beteng

A.     Selayang Pandang
Yogyakarta, kota istimewa dengan sejuta pesona. Di kota ini, budaya lokal dan budaya global berbaur menjadi satu dan menciptakan harmoni tersendiri. Di Yogyakarta, semua mendapat tempat dan porsi yang sama untuk terus hidup dan berkembang. Salah satu dari sekian banyak tradisi yang masih berkembang di Yogyakarta adalah Ritual Lampah Bisu Mubeng Beteng. Ritual ini rutin dilaksanakan setiap malam 1 sura (kalender Jawa), sebagai ajang untuk refleksi diri di depan Sang Pencipta.
Ritual Lampah Bisu Mubeng Benteng ini bukan tradisi yang diciptakan oleh keraton, melainkan memang sudah tradisi asli masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke-6 Sebelum muncul kerajaan Mataram – Hindu. Tradisi ini dikenal dengan nama muser atau munjer yang berarti mengelilingi pusat. Pusat yang dimaksudkan adalah pusat wilayah desa, ketika perdesaan berkembang menjadi kerajaan muser pun berubah menjadi tradisi mengelilingi wilayah pusat kerajaan.
Tradisi mubeng benteng kemudian dilanjutkan pada masa Kerajaan Mataram (Kotagede). Kala itu prajurit ditugaskan untuk berjaga dan mengelilingi benteng guna menjaga keraton dari serangan musuh. Kemudian setelah kerajaan membangun parit di sekeliling benteng, tugas keliling dialihkan kepada abdi dalem keraton. Dalam menjalankan tugasnya, para abdi dalem ini diam membisu sambil membaca doa-doa di dalam hati agar diberi keselamatan. Hal inilah yang kemudian dilakukan hingga saat ini. Setiap malam 1 Sura, abdi dalem keraton dan ribuan warga turut serta berjalan mengelilingi benteng keraton Yogyakarta tanpa mengucapkan sepatah katapun sebagai bentuk laku tirakat.
B.     Keistimewaan
Ritual Lampah Bisu Mubeng Beteng merupakan acara yang terbuka bagi siapa saja. Anda tak perlu mendaftar, tak perlu menggunakan pakaian pranakanlengkap seperti abdi dalem, dan tak perlu melakukan pantangan ini dan itu. Jika tertarik untuk bergabung, Anda cukup datang ke Pelataran Keben Keraton pada malam 1 Sura yang merupakan tahun baru dalam kalender Jawa dan silahkan mengikuti rombongan abdi dalem yang akan melakukan Lampah Bisu Mubeng Beteng.
Lampah Bisu akan dimulai pada pukul 00.01 WIB, selepas bunyi lonceng Kyai Brajanala yang terletak di Regol Keben berdenting sebanyak 12 kali sebagai tanda pergantian hari. Meski prosesi jalan kaki mengelilingi beteng baru dimulai dini hari, biasanya sejak pukul 20.00 WIB masyarakat sudah berduyun-duyun memadari pelataran Keben. Kemudian pada pukul 22.00 WIB akan ada semacam prosesi dan persiapan yang dilakukan oleh abdi dalem guna mempersiapkan jalannya acara.
Setelah lonceng berbunyi, abdi dalem akan memulai jalan kaki keluar dari Regol Keben, menuju rute yang telah ditentukan yakni mengitari benteng. Biasanya abdi dalem akan membawa bendera dan panji-panji Keraton Yogyakarta, teplok(lampu) dan kemenyan. Mereka akan berada di barisan terdepan, kemudian baru diikuti oleh masyarakat. Selama berjalan kaki mengitari benteng keraton sejauh kurang lebih 5 km, peserta tidak boleh berbicara, makan, maupun merokok. Mereka harus berjalan sambil berdiam diri, merefleksikan apa yang telah dilakukan pada satu tahun ke belakang dan berdoa untuk memohon kebaikan di tahun-tahun mendatang.
Prosesi budaya ini biasanya akan berakhir di Alun-alun Utara, kemudian kembali lagi ke Regol Keben. Setelah itu masyarakat dapat kembali pulang ke rumahnya masing-masing secara tertib. Meski hanya berupa jalan kaki di malam hari mengitari beteng, acara ini biasanya menyedot perhatian banyak warga, baik warga yang tertarik ingin bergabung maupun warga yang penasaran hanya ingin sekadar menyaksikan ritual ini. Meski acara ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak zaman dahulu, masyarakat masih tetap antusias untuk mengikuti ritual ini setiap tahunnya.

C.   Lokasi
Peserta Lampah Bisu akan memulai berjalan kaki dari Keben Keraton Yogyakarta, kemudian akan mengitari beteng keraton. Adapun rute yang ditempuh adalah sebagai berikut: Keben – Jalan Rotowijayan – Jalan Kauman – Jalan Agus Salim – Jalan Wahid Hasyim – Suryowijayan – Pojok Beteng Kulon – Jalan Letjen MT Haryono – Jalan Mayjen Sutoyo – Pojok Beteng Wetan – Jalan Brigjen Katamso – Jalan Ibu Ruswo – Alun-alun Utara.

D.     Akses
Jalan tempat dilangsungkannya Lampah Bisu Mubeng Beteng terletak di pusat Kota Yogyakarta sehingga mudah dijangkau. Hanya saja, berhubung ritual ini dilaksanakan dini hari maka sudah tidak ada angkutan umum yang beroperasi, yang ada tinggal taksi maupun becak. Bagi wisatawan yang menginap di seputaran Malioboro dapat berjalan kaki menuju Alun-alun Utara untuk menyaksikan upacara ini.



E.     Harga Tiket
Wisatawan yang ingin melihat jalannya prosesi Lampah Bisu Mubeng Beteng tidak akan dikenai biaya apapun, kecuali biaya parkir bagi wisatawan yang membawa kendaraan.

F.     Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Wisatawan yang ingin menyaksikan ritual adat ini tak perlu memusingkan masalah penginapan, sebab di sekitar lingkungan Kraton dan sepanjang jalan yang menjadi rute Lampah Bisu Mubeng Beteng terdapat banyak penginapan baik hotel berbintang maupun losmen. Jika sesuai mengikuti prosesi ini Anda merasa lapar, maka Anda dapat mampir ke warung-warung tenda maupun angkringan dan warung gudeg di seputaran keraton yang buka hingga dini hari.

6.      Masangin

A.     Selayang Pandang
Salah satu tempat nongkrong yang wajib dikunjungi wisatawan saat berkunjung ke Kota Gudeg adalah Alun-alun Selatan atau yang dikenal dengan nama Alun-alun Kidul (Alkid). Ruang lapang yang terletak di belakang (selatan) Kompleks Keraton Yogyakarta ini memang telah menjadi landmark dan keberadaanya sudah lekat di hati masyarakat Kota Yogyakarta. Saat pagi hari, lapangan yang cukup luas ini akan dipenuhi oleh masyarakat yang berolahraga. Mulai dari senam, jogging, hingga bersepeda. Menjelang sore hari, giliran anak-anak dan orangtuanya yang memenuhi kawasan ini. Sedangkan saat malam, Alkid akan dipenuhi oleh gerombolan pemuda dan remaja.
Meskipun kawasan ini hanya berupa tanah lapang dengan dua beringin besar di tengahnya, Alkid memiliki magnet tersendiri yang menyebabkan orang-orang datang berbondong-bondong ke kawasan ini. Salah satu magnet penarik wisatawan tersebut adalah tradisi Masangin atau berjalan masuk di antara dua pohon beringin yang berada tepat di tengah alun-alun. Menurut kepercayaan yang beredar di masyarakat, barangsiapa yang berhasil berjalan melewati dua beringin dengan mata tertutup, permohonannya akan dikabulkan.
Menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, tradisi Masangin ini berawal dari ritual yang biasa dilakukan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Setiap tanggal 1 Suro (kalender Jawa) dan peringatan ulang tahun berdirinya Kasultanan Yogyakarta, pihak keraton akan mengadakan ritual Topo Bisu atau ritual berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta tanpa mengeluarkan suara. Setelah selesai mengelilingi benteng, maka ritual selanjutnya adalah berjalan masuk di antara dua pohon ringin kurung yang ada di Alun-alun Kidul dengan mata tertutup. Selain dilakukan untuk ngalap berkah, ritual ini juga dimaksudkan untuk memohon perlindungan supaya Keraton Yogyakarta aman dari serangan musuh.
Kala itu, masyarakat percaya bahwa di antara kedua pohon beringin itu terdapat rajah atau tolak bala bagi musuh yang ingin menyerbu keraton Yogyakarta. Saat prajurit Keraton Yogyakarta bisa berjalan di antara kedua beringin tersebut, berarti dia memiliki kekuatan dan penglihatan hati yang bersih, sehingga dia bisa menolak rajah yang ada di pohon ringin kurung. Hal itu juga berarti bahwa dia akan mampu menaklukkan musuh yang berusaha menyerbu Keraton Yogyakarta. 
Seiring berjalannya waktu, di kalangan masyarakat terjadi perubahan pemaknaan terhadap nilai-nilai tradisi. Ada begitu banyak nilai tradisi dan kesakralan yang bergeser atau berubah makna. Begitu juga halnya yang terjadi dalam kepercayaan terhadap ritual Masangin. Ritual budaya yang awalnya sakral dan memiliki nilai filosofis ini dalam perkembangannya hanya menjadi suatu permainan untung-untungan dan menambah suasana semarak di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Saat ini, setiap malam menjelang, Alun-alun Kidul akan dipenuhi oleh masyarakat dari berbagai daerah yang mencoba peruntungan berjalan melewatiringin kurung dengan mata tertutup.

B.     Keistimewaan
Melihat jarak kedua beringin lumayan lebar, banyak wisatawan yang berpikir bahwa mereka akan mampu melewati pohon beringin tersebut dengan mudah. Namun, pikiran itu biasanya akan berubah saat mereka sudah mencoba Masangin untuk pertama kalinya. Meski sejak awal berjalan posisi Anda sudah tepat berada di depan ringin kurung, biasanya saat hampir mendekati dua beringin Anda akan berjalan menyamping atau melenceng menjauhi pohon tersebut. Hingga saat ini tidak diketahui apa yang menjadi penyebab melencengnya rute yang diambil orang-orang yang melakukan Masangin. Menurut masyarakat sekitar, tidak hanya konsentrasi saja yang diperlukan dalam melakukan Masangin, namun juga hati yang bersih.
Anda boleh percaya boleh tidak, pada kenyataannya hanya ada sedikit orang yang mampu berjalan melewati ringin kurung ketika pertama kali mencoba. Rata-rata setelah mencoba lebih dari dua kali baru berhasil melewatinya. Bahkan tak jarang ada yang tetap gagal melewati meski sudah mencoba berulang kali. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Mereka yang belum berhasil melewatinya akan terus penasaran dan mencobanya hingga berhasil.
Saat ini, sebagian besar wisatwan yang melakukan Masangin tidak lagi didorong keinginan untuk ngalap berkah atau mencari peruntungan. Rata-rata mereka melakukannya hanya untuk bersenang-senang dan mencoba pengalaman baru. Jika berhasil mereka akan merasa gembira, jika gagal tidak menjadi masalah karena mereka bisa mencoba lagi lain waktu.

C.      Lokasi
Tradisi Masangin ini dilakukan di Alun-alun Kidul (Alkid) Yogyakarta yang terletak di sebelah selatan Kompleks Keraton Yogyakarta.

D.     Akses
Bagi wisatawan yang membawa kendaraan pribadi, ada tiga jalan utama yang dapat dilewati guna menuju Alun-alun Kidul, lokasi dimana Masangin dilakukan. Jika Anda datang dari arah Malioboro, Anda dapat melewati daerah bekas Pasar Burung Ngasem dan Kompleks Istana Air Tamansari. Jika Anda datang dari arah timur, Anda bisa masuk melewati Jalan Wijilan. Sedangkan bagi Anda yang datang dari arah selatan, Anda bisa langsung masuk melalui Plengkung Gading.
Anda yang tidak membawa kendaraan pribadi dapat naik bus kota jalur 5, atau bus Transjogja jalur 3A dan 3B. Jika Anda naik bus umum, Anda dapat turun di Plengkung Gading, kemudian disambung dengan berjalan kaki ke arah utara sekitar 5 menit. Begitu pula dengan Anda yang naik bus Transjogja. Anda bisa turun di shelter yang ada di Jl. Letjend MT Haryono atau Jl. Mayjend Sutoyo. Setelah itu, Anda berjalan menuju Plengkung Gading dan berbelok ke utara. Jika Anda segan berjalan kaki, Anda dapat naik becak.

E.     Harga Tiket
Wisatawan yang ingin mencoba peruntungan dengan melakukan Masangin tidak dikenai biaya sepeser pun. Jika wisatawan tidak membawa slayer untuk menutup mata, di sekitar lokasi Masangin ada banyak orang yang menyewakan kain penutup mata dengan tarif Rp 3.000,00.

F.       Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Tempat dilangsungkannya Masangin merupakan ruang publik yang ramai dan menjadi salah satu tempat nongkrong favorit warga jogja. Tidak hanya kaum muda, anak-anak dan orang dewasa pun kerap melakukan aktivitas di daerah ini. Hal itu menjadikan Alun-alun Kidul menjadi lahan subur bagi para pedagang untuk mencari nafkah. Ada banyak penjual makanan dan minuman yang menggelar dagangannya di sepanjang trotoar yang ada di kawasan ini. Mulai dari angkringan, tempura, cimol, leker, bakwan kawi hingga wedang ronde dan wedang bajigur. Jika Anda ingin makan makanan berat, Anda dapat mampir ke warung gudeg di Jl. Wijilan atau singgah ke cafe yang ada di sekitar Alun-alun Kidul.
Selain penjaja makanan dan minuman, di Alun-alun Kidul juga terdapat tempat penyewaan sepeda tandem. Ada dua jenis sepeda tandem yang disewakan, yakni tandem 2 dan tandem 3. Baik sepeda tandem 2 maupun tandem 3 tarif sewanya sama yakni Rp 10.000,00. Yang membedakan keduanya adalah jumlah putarannya. Anda yang menyewa sepeda tandem 2 dapat bersepeda empat kali putaran mengelilingi Alkid, sedangkan sepeda tandem 3 hanya tiga kali putaran. Bagi anak-anak yang belum bisa naik sepeda, ada mainan lain yang bisa mereka naiki, yaitu becak mini dan odong-odong.
Lokasi Alun-alun Kidul yang berada di pusat Kota Yogyakarta tentu saja memudahkan akses wisatawan untuk pergi kemanapun. Walau tidak dilalui bus kota maupun bua Transjogja, ada banyak tukang becak yang siap mengantarkan Anda pergi kemanapun. Anda juga tidak perlu risau memikirkan masalah penginapan. Di kawasan ini ada banyak penginapan dengan rentang harga bervariasi, mulai dari harga yang miring hingga penginapan elit. Pusat penjualan suvenir khas Jogja pun dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki.

7.      Miyos Gongso

A.     Selayang Pandang
Setiap tahun, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selalu menyelenggarakan perayaan Sekaten untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi) di Alun-alun Utara. Perayaan Pasar Malam Sekaten yang berlangsung selama 35 hari itu dilanjutkan dengan prosesi Miyos Gongso sebagai awal dimulainya upacara ritual dan tradisi Sekaten.
Miyos dalam bahasa Jawa berarti “keluar” dan Gongso berarti “gamelan”, jadi Miyos Gongso adalah sebuah prosesi dikeluarkannya dua perangkat gamelan milik keraton ke Masjid Agung Kauman pada menjelang tengah malam. Dua perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo itu merupakan duplikat dari gamelan Demak yang merupakan kerajaan pertama yang mewarisi tradisi perayaan Sekaten. Dulu, gamelan menjadi salah satu media untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkan syiar agama Islam.
Konon, sejarah diadakannya Sekaten sudah ada sebelum Kesultanan Demak berdiri pada abad ke-15. Pada masa-masa akhir Kerajaan Majapahit, Kadipaten Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, menjadi tempat musyawarah tahunan untuk para pemuka agama Islam di Pulau Jawa atau yang dikenal sebagai Wali Sanga. Pertemuan para wali ini berlangsung selama sepekan pada bulan Rabi’ulawal, yang diakhiri pada tanggal 12, bersamaan dengan perayaan untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad. Untuk memperkuat syiar agama Islam, pada tahun 1399 Saka, Raden Patah bersama para wali membangun Masjid Agung di Kadipaten Demak. Masjid inilah yang menjadi pusat tradisi musyawarah tahunan para Wali, sekaligus diadakan keramaian untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad yang diisi dengan kegiatan syiar Islam.
Kala itu, rakyat Majapahit juga mewarisi tradisi keramaian tahunan. Pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V, tradisi tahunan ini selalu diramaikan dengan diperdengarkannya Gamelan Pusaka bernama Kanjeng Kyai Sekar Delima, yang dipandang sangat keramat dan suci. Acara keramaian yang disertai gamelan seperti ini akan menarik perhatian rakyat untuk hadir. Oleh karena itu, agar rakyat tertarik untuk hadir ke Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga mengusulkan agar diperdengarkan bebunyian gamelan di halaman masjid. Sunan Kalijaga yang sangat memahami budaya Jawa kemudian menciptakan seperangkat gamelan yang diberi nama Kyai Sekati.
Gamelan Kyai Sekati ditabuh dan menggema dengan irama yang indah dan membahagiakan hati, sehingga berhasil menarik perhatian rakyat di seputar Demak. Mereka datang berduyun-duyun dari berbagai penjuru, memadati alun-alun di muka Masjid Agung, sementara para Wali silih berganti tampil pada mimbar di depan gapura masjid untuk menyampaikan wejangan dan ajaran-ajaran Islam.
Pendekatan budaya ini ternyata membuahkan hasil. Rakyat begitu terhibur di tengah alunan gamelan, sekaligus tertarik dengan petuah-petuah Islami yang disampaikan oleh para Wali. Kemudian, mereka yang tertarik memeluk Islam diperkenan masuk ke serambi masjid dan setelah bersuci sesuai tata cara Islam, mereka kemudian dibimbing mengucapkan 2 kalimat kesaksian yang disebutSyahadatain. Kepada mereka yang telah masuk Islam, dilakukan upacara khitanan. Akhirnya, keramaian ini kemudian resmi menjadi upacara tahunan kerajaan, dan kemudian diberi nama Sekaten. Asal kata nama Sekaten bisa jadi berasal dari nama Gamelan Kyai Sekati atau mungkin juga berasal dari kataSyahadatain.

B.     Keistimewaan
Sebelum diarak ke Masjid Agung Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dua perangkat gamelan, yaitu Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo, sudah diberi sesaji seperti bungkusan makanan serta rangkaian mawar dan melati di Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta. Kain penutup dua perangkat gamelan yang masing-masing terdiri sembilan jenis instrumen itu dibuka pukul 16.00. Setelah disemayamkan di Bangsal Ponconiti, kedua gamelan kemudian diarak melewati Siti Hinggil, Pagelaran Keraton, Alun-Alun Utara hingga berakhir di Masjid Agung. Kedua perangkat gamelan itu diarak oleh puluhan abdi dalem dari Bregada Jogokariyan dan Patangpuluhan.
Para abdi dalem keraton bertugas menggotong perangkat gamelan untuk dibunyikan selama tujuh hari hingga menjelang Grebeg Maulud di halaman Masjid Agung. Gending yang dimainkan bernuansa Islami seperti Andong-andong, Salatun, dan Ngajitun. Dua perangkat gamelan itu hanya dibunyikan selama 7 hari sebelum nantinya kembali disimpan sebagai pusaka di keraton. Kedua perangkat gamelan tersebut ditempatkan di Pagongan. Kyai Guntur Madu diletakkan di Pagongan Kidul (selatan) dan Kyai Nogo Wilogo diletakkan di Pagongan Lor (utara).
Setelah kedua perangkat gamelan ini diletakkan, para niyaga atau wiyaga langsung memainkannya, dimulai dengan Kyai Guntur Madu dan selanjutnya bergantian dengan Kyai Nogo Wiligo setiap beberapa menit. Gamelan ini diperdengarkan terus-menerus selama tujuh hari, mulai dari tanggal 5 Maulud sampai menjelang Grebeg Maulud tanggal 12 Maulud. Dalam sehari, gamelan ditabuh sebanyak tiga kali yaitu pukul 08.00-11.00, 14.00-17.00, dan 20.00-23.00, kecuali pada hari Kamis malam Jumat sampai usai sholat Jumat.
Ritual Sekaten memang selalu kental dengan simbolisasi. Sebelum gamelan dipindahkan ke Masjid Agung, para kerabat keraton melakukan sebar udhik- udhik yang berisi beras kuning, uang logam, dan bunga. Ritual ini melambangkan kemurahan Sultan kepada rakyat untuk memberi kemakmuran. Dalam tradisi ini, biasanya ratusan orang sudah memadati lokasi sejak sore untuk berlomba-lomba merayah udhik-udhik yang dipercaya bisa mendapatkan berkah, ketenangan, dan kelancaran rejeki.

C.      Lokasi
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga Masjid Agung Kauman, letaknya di pusat Kota Yogyakarta.

D.     Akses
Lokasi Keraton Yogyakarta dan Masjid Agung Kauman yang terletak di pusat Kota Yogyakarta menjadikan akses menuju kawasan ini sangat mudah dicapai. Selain dapat menggunakan kendaraan pribadi, keraton juga bisa diakses sebagian besar angkutan umum di Kota Yogyakarta. Sedangkan dari Malioboro atau Stasiun Tugu, Anda bisa langsung menuju ke arah selatan.

E.      Harga Tiket
Untuk bisa mengikuti prosesi dan upacara Miyos Gongso yakni keluarnya dua perangkat gamelan dari dalam Keraton Ngayogyakarta menuju Masjid Agung Kauman ini, Anda tidak dipungut biaya sepeserpun. Meskipun demikian, Anda harus tetap menyediakan dana untuk parkir kendaraan di area yang telah disediakan di sekitar Alun-alun Utara maupun di seputaran Masjid Agung Kauman.


F.     Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Prosesi Miyos Gongso ini hanya bisa Anda temukan setiap bulan Maulud dan mayoritas pengikut setianya adalah para lanjut usia. Mereka berharap bisa mendapat berkah dengan mengikuti rangkaian ritual miyos gongso. Dalam rangkaian tradisi ini, pedagang kecil yang didominasi orang-orang lanjut usia tidak mau ketinggalan untuk menjajakan jajanan khas Sekaten seperti sirih, pecut, nasi gurih, dan endog abang (telur merah).

8.      Pasar Malam Perayaan Sekaten
A.      Selayang Pandang
Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) atau yang sering disingkat dengan nama Sekaten merupakan salah satu agenda budaya yang rutin dilaksanakan setiap tahun oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Acara ini dilaksanakan dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 5 Rabiul Awal (kalender Hijriah) atau tanggal 5 bulan Maulud (Kalender Jawa). Pada mulanya, acara ini adakan sebagai syi’ar agama Islam oleh Sultan Hamengku Buwono I kepada masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun, Sekaten saat ini lebih condong kepada pesta rakyat dibandingkan dengan syi’ar agama.
Asal-usul istilah Sekaten sendiri berkembang dalam beberapa versi. Versi pertama menyebutkan bahwa Sekaten berasal dari kata syahadataini, dua kalimat yang ada dalam Syahadat Islam, yakni syahadat taukhid dan syahadat rasul. Hal ini dikaitkan dengan misi utama yang dibawa oleh Sultan HB I, bahwa Sekaten adalah ajang syi’ar agama. Sedangkan versi lainnya adalah Sekaten berasal dari kata Sekati, yaitu nama dari dua perangkat pusaka Kraton berupa gamelan yang disebut Kanjeng Kyai Sukati. Gamelan ini biasa ditabuh dalam rangkaian acara peringatan Maulid Nabi Muhhamad SAW. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (senang hati), karena orang-orang menyambut Maulud dengan rasa syukur dan bahagia.
Sebagai ungkapan rasa syukur tersebut, Sekaten juga diwarnai dengan adanya Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-alun Utara Keraton Yogyakartaselama sebulan penuh. Pasar malam ini biasanya malah justru lebih dikenal oleh masyarakat dan wisatawan dibandingkan dengan prosesi Sekaten itu sendiri. PMPS merupakan perpaduan antara kegiatan dakwah Islam dan seni. Dakwah Islam dilakukan di Masjid Agung Kauman, sedangkan pertunjukan seni dilangsungkan di areal pasar malam.
PMPS biasanya dimulai satu bulan sebelum pelaksanaan Maulud Nabi, yakni pada bulan Rajab (Kalender Hijriah). Pasar malam ini akan berakhir sehari sebelum pelaksanaan Grebeg Maulud yang merupakan puncak acara Sekaten. Sebagai pesta rakyat, tentu saja Sekaten akan terbuka bagi masyarakat luas. Dari kelas pejabat hingga rakyat jelata semuanya akan tumplek blek di acara ini. Karena itu, meski usianya sudah lebih dari puluhan tahun, Pasar Malam Perayaan Sekaten tetap menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas.

B.     Keistimewaan
Selama satu bulan penuh, warga Yogyakarta akan dihibur dengan adanya Pasar Malam Perayaan Sekaten. Seperti halnya pasar malam yang biasa diadakan di kota-kota lain, Sekaten ini juga dipenuhi oleh penjual makanan, wahana permainan, dan berbagai macam stan. Satu keistimewaan Sekaten adalah turut sertanya stan-stan milik pemerintah daerah maupun pemerintah kota yang masuk dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Stan-stan milik pemerintah ini biasanya memamerkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayahnya. Kadang momen ini menjadi ajang transaksi bisnis antara produsen dan penjual (reseller) maupun pembeli.
Setiap malam, Sekaten akan dimeriahkan dengan atraksi kesenian, mulai dari jathilan, tari-tarian, musik keroncong, hingga musik dangdut. Tiap-tiap kabupaten/kota yang ada di DIY juga menampilkan kesenian khas daerah masing-masing. Hal ini semakin menambah ramai suasana. Suara musik yang berdentum kencang, jeritan orang yang sedang masuk ke Rumah Hantu, suara kereta kelinci, suara penjual yang menjajakan dagangannya, semua saling bersahutan dan menyatu dalam riuh rendah Sekaten. Sekaten menjadi pesta rakyat yang benar-benar merakyat.
Bagi Anda pecinta wisata kuliner, ada berbagai makanan unik yang wajib Anda coba, karena makanan ini sudah jarang ditemui dan biasanya hanya muncul dalam perayaan Sekaten. Sebut saja endog abang dan brondong beras. Selain itu ada juga sate kere yang pertusuknya dihargai Rp 500,00. Sate ini disebut sate kere karena berbahan dasar lemak. Anda harus menikmati sate kere dalam keadaan panas, sebab setelah dingin lemak akan kembali membeku. Makanan lain yang juga terdapat di Sekaten adalah arum manis, tahu petis, bolang-baling, onde-onde, tempura, kerak telur, hingga hamburger.
Setelah puas berkeliling areal PMPS, tak ada salahnya Anda beristirahat sejenak dan bercakap dengan penjual sekar ganten yang banyak ditemui di halaman Masjid Agung. Sekar ganten merupakan salah satu pelengkap yang dijual selama Sekaten, terdiri dari daun sirih, injet (kapur), tembakau, dan bunga kantil yang dibungkus berbentuk kerucut. Banyak warga yang masih percaya bahwa barangsiapa yang ikut merayakan hari kelahiran Muhammad SAW sambil mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, maka mereka akan dianugerahi awet muda. Anda bisa mendapatkan banyak cerita mengenai tradisi Sekaten dari para penjual sekar ganten ini.

C.     Lokasi
Sejak dulu, Pasar Malam Perayaan Sekaten selalu dilaksanakan selama sebulan penuh di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.

D.      Akses
Wisatawan yang ingin berkunjung ke Sekaten namun tidak membawa kendaraan pribadi dapat naik bus umum atau bus Transjogja. Dari Stasiun Tugu, wisatawan dapat naik becak atau andong guna mencapai tempat dilangsungkannya Pasar Malam Sekaten. Sedangkan dari kawasan Malioboro atau Titik Nol Kilometer, Alun-alun Kidul dapat dicapai dengan berjalan kaki ke arah Selatan.

E.     Harga Tiket
Tiket masuk area Pasar Malam Sekaten sebesar Rp 2.000,00 untuk hari Senin hingga Kamis, sedangkan untuk hari Jumat hingga Minggu tiket masuk menjadi Rp 3.000,00 (Januari, 2010). Namun, seminggu menjelang prosesi Miyos Gongso dan Upacara Grebeg pengunjung dibebaskan masuk area Sekaten tanpa perlu membayar tiket.

F.     Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Pengunjung yang datang ke Pasar Malam Sekaten akan dihibur dengan berbagai seni pertunjukkan, baik seni tradisional maupun seni modern. Setiap malamnya, panitia PMPS akan menampilkan pertunjukan seni yang berbeda. Selain pertunjukan seni di Alun-alun Utara, di Masjid Agung Kauman juga akan dilaksanakan pengajian sebagai bentuk syiar agama. PMPS juga dilengkapi denganmedia center dan pusat informasi, pusat pengaduan kehilangan, dan pos penjagaan keamanan. Berbagai wahana permainan baik untuk anak-anak maupun orang dewasa juga turut meramaikan perayaan Sekaten.
9.      Tari Klasik Gaya Jogjakarta
A.          Selayang Pandang
Sebagai kota budaya, Yogyakarta tidak bisa terlepas dari keberadaan seni tari yang sudah ada sejak lama. Keberadaan Tari Klasik Gaya Yogyakartayang tumbuh di lingkungan keraton melalui waktu yang panjang dan nilai artistik yang tinggi adalah hasil karya budaya yang tidak bisa dipisahkan dari Yogyakarta.
Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Yogyakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman). Tari-tari klasik tersebut adalah:
·         Bedhaya Sang Amurwabhumi
 Tari ini adalah salah satu jenis Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial. Konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X, sedangkan koreografinya adalah K.R.T.Sasmintadipura.Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990.Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan penari putri dan berdurasi dua setengahjam, dan diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik melalui pola pikir mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lainnya tetap sesuai dengan tradisi dan mengacu pada patokan baku tari bedhaya.Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan MajapahitBedhaya Sang Amurwabhumi mengambil cerita sentral pada sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) dalam menyimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.
·         Bedhaya Herjuna Wiwaha.
Bedhaya ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X
·         Bedhaya Sapta.
Sesuai dengan namanya, bedhaya ini ditarikan oleh tujuh orang penari. Tari Bedhaya ini diciptakan oleh Sri Sultan HB IX yang bercerita tentang perjalanan dua orang utusan Sultan Agung ke Batavia. Dalam perjalanan ke Batavia, kedua utusan itu harus berjuang menghadapi berbagai rintangan hingga sampai ke tujuan.
·         Bedhaya Sabda Aji.
Tari ini dimainkan oleh sembilan orang yang bercerita tentangsabda aji raja) atau perintah Sri Sultan HB IX kepada para empu tari untuk menyempurnakan Tari Golek Menak. Salah satu penari dalamBedhaya Sabda Aji

adalah putri sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun.

·         Bedhaya Angron Sekar.
Cerita dalam bedhaya ini adalah Sutawijaya yang menaklukan Arya Penangsang. Istri Arya Penangsang, Angron Sekar, bermaksud balas dendam. Namun, akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta terhadap Sutawijaya. Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari K.R.T. Sasmintadipura.
·         Beksa Golek Menak.
Tari ini biasa juga disebut Beksan Menak karena mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Sri Sultan Hamengku Buwana IX sangat terkesan menyaksikan pertunjukan Wayang Golek dari Kedu itu. Maka dibenak beliau timbul ide untuk menarikan wayang golek itu di atas pentas. Beksa Golek Menak bersumber dari cerita Menak Cina.
·         Golek.
Tarian ini menampilkan daya tarik dan keindahan seorang perempuan yang mempercantik diri.
·         Sekar Pudyastuti.
Tarian yang merupakan tarian penyambutan khusus ini menampilkan gerakan tarian gaya perempuan Yogyakarta yang anggun.
·         Golek Retno Adaninggar.
Ditampilkan dengan gaya Golek Menak yang diadaptasi dari wayang golek. Tarian Solo ini menggambarkan masa ketika putri China, Retno Adaninggar menyadari penangkapan orang-orang yang dikasihi oleh musuhnya. Mulai dari itu dia bersiap-siap untuk ikut ke medan pertempuran.
·         Topeng Putri Kenakawulan.
Tari topeng ini diadaptasi dari kisah Panji pada abad ke-15 dan menggambarkan putri Kenakawulan yang jatuh cinta kepada Carangwaspa.
·         Klono Alus Jungkungmandeya.
Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Pangeran Muda Jungkungmandeya yang jatuh cinta kepada Srikandi. Tarian ini merupakan contoh yang bagus untuk tari gaya alus.
·         Klono Gagah Dasawasisa.
Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Raja Dasawasisa yang sedang mabuk cinta kepada Wara Sumbadra.
·         Topeng Klono Alus.
Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji abad ke-15 yang menggambarkan pangeran muda Gunungsari yang jatuh cinta kepada Ragil Kuning.
·         Topeng Klana Gagah.
Tari topeng ini diadaptasi dari cerita Panji abad ke-15 yang menggambarkan Raja Sewandana yang sedang mabuk cinta kepada Candrakirana.
·         Jaka Tarub–Nawangwulan.
Tari bercerita tentang seorang pemuda bernama Jaka Tarub yang sedang berburu burung di hutan dan melihat bidadari cantik turun dari khayangan hendak mandi di danau. Dia bersembunyi dan mengintip bidadari Nawangwulan dan jatuh cinta. Ketika Nawangwulan sedang mandi Jaka Tarub mencuri pakaiannya sehingga Nawangwulan tidak bisa bisa kembali ke khayangan.
·         Retna Dumilah–Panembahan Senopati:
Cerita dalam tarian ini mengisahkan peperangan Panembahan Senopati Kerajaaan Mataram dengan Raja Madiun pada abad ke 7 di Jawa. Raja Madiun yang kalah memberikan putrinya, Retno Dumilah, sebuah keris ampuh untuk membunuh Senopati. Ketika Retno Dumilah menghunus kerisnya, Senopati mendekatinya dengan penuh perasaan sehingga mematahkan kekuatan keris Retno Dumilah. Akhirnya, Retno Dumilah menjadi istri Senopati.
·         Srikandi–Larasati:
Selama masa menjelang pernikahannya dengan Arjuna, Srikandi setuju untuk melakukan kontes untuk membuktikan kekuatannya kepada Larasati. Larasati menantangnya dan akhirnya terkalahkan. Namun, Srikandi tetap memaksa Larasati untuk menikah dengan Arjuna.
·         Srikandi–Suradewati.
Tari ini bercerita tentang kecemburuan Srikandi pada Putri Suradewati. Srikandi kemudian menantang Suradewati bertanding, dan akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh Srikandi menang.
·         Sirtupilaeli–Sudarawerti.
Tari ini bercerita tentang pertarungan antara Sirtupilaeli dengan Sudaraweti sebagai penentu siapa yang akan menikah dengan Menak Djinggo. Pada awalnya, hanyalah pemenang pertempuran yang dapat menikah dengan Menak Djinggo. Namun, setelah pertandingan, kedua perempuan ksatria tersebut akhirnya menjadi istri Menak Djinggo.
·         Rengganis–Widaninggar.
Tari ini bercerita tentang Putri China Widaninggar yang hendak membalas dendam atas kematian saudaranya yang mati dalam pertempuran memperebutkan cinta Menak Djinggo. Tetapi Widaninggar dikalahkan oleh saudara ipar pembunuh saudaranya, yaitu Rengganis.

·         Umarmaya–Umarmadi.
Raja Umarmadi pertama harus mengalahkan Kepala penasehat Umarmaya sebelum dia dapat mengalahkan Menak Djinggo. Umarmadi kalah tetapi kemudian dia dan Umarmaya berteman baik.
·         Beksan Senggana–Saksadewa.
Tarian ini merupakan bagian dari cerita Ramayana yang disebut “Senggana Duta”. Sri Rama memberi Senggana (Anoman), seekor monyet putih untuk mencari istri Rama, Dewi Sinta. Senggana menemukan Sinta dan agar bertemu dengan Rahwana dia menghancurkan Argasaka. Raksasa Saksadewa, anak Rahwana menjadi marah dan ingin menangkap Senggana tetapi terbunuh dalam pertempuran.
·         Beksan Gathutkaca–Pregiwa.
Tari ini menggambarkan bagian dari kisah Mahabharata. Gathutkaca mengungkapkan pada Pregiwa bahwa dia jatuh cinta kepadanya. Pregiwa menerima cintanya dan berjanji untuk setia sehidup semati.
·         Beksan Carangwaspa–Kenakawulan:
Cerita ini diambil dari cerita Panji. Dewi Kenakawulan dari Manggada ingin menguji kekuatan Raden Panji Carangwaspa. Jika dapat mengalahkannya dia akan menjadi istrinya.
·         Beksa Umarmaya–Jayengpati:
Tarian ini merupakan bagian dari cerita Menak Djinggo. Prabu Jayengpati Raja dari Tunjungyaban telah mencuri pusaka “Sonsong Tunggalnaga” dari pemiliknya Wong Agung Jayengrana. Adipati Umarmaya dari negeri Puserbumi mencoba untuk merebut pusaka dan mengembalikan pada Wong Agung Jayengrana. Dia berhasil melakukannya dengan mengalahkan Prabu Jayengpati Raja.
B.            Keistimewaan
Sebagai pusat budaya, Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki berbagai kekayaan budaya adiluhung bernilai seni tinggi. Salah satunya adalah Tari Klasik Gaya Yogyakarta-Mataraman yang sangat banyak macam dan jumlahnya. Tari klasik ini mulai ada saat keraton bediri dan masih tetap eksis hingga saat ini, serta diharapkan terus berkembang hingga seterusnya. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki tarian pusaka yang bersifat sakral, yaitu Bedhaya, yang merupakan induk dari semua tari putri gaya Yogyakarta.
Tari klasik bukanlah semata-mata komposisi gerak tubuh yang disusun menjadi satu kesatuan sajian tontonan yang utuh, namun dibalik itu tersimpan sebuah kisah atau makna filosofis yang tinggi untuk disampaikan sebagai sebuah pesan bagi kehidupan manusia.
C.           Lokasi
Tari-tarian klasik gaya Yogyakarta-Mataraman ini, dapat Anda nikmati di Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat dan di Pura Pakualaman pada setiap acara penobatan maupun pagelaran yang digelar oleh kedua keraton tersebut. Bagi Anda yang ingin melihat proses latihan para penari Tari Klasik ini, dapat mengunjungi Bangsal Pagelaran yang terletak di bagian utara keraton setiap hari Minggu pagi.
Sementara itu, untuk lokasi Tari Klasik dari Keraton Pakualaman, bisa Anda nikmati di Pura Pakualaman yang berlokasi di Jl. Sultan Agung, Kecamatan Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
D.          Akses
Lokasi Keraton Yogyakarta yang terletak di pusat Kota Yogyakarta menjadikan akses menuju ke keraton ini sangat mudah. Selain dapat menggunakan kendaraan pribadi, Keraton juga bisa diakses sebagian besar angkutan umum yang melintas di Kota Yogyakarta.
Sementara itu, Pura Pakualaman dapat diakses dari Bandara Adisutjipto dengan menggunakan Bus Trans-Jogja (trayek 1A atau 1B) melewati Jalan Kusumanegara dan Sultan Agung dengan membayar ongkos sekitar Rp 3.000,00. Setelah sekitar 25 menit kemudian, wisatawan dapat turun di Halte Bus Trans-Jogja di depan Pura Pakualaman, kemudian jalan kaki sekitar 50 meter menuju Pura Pakualaman. Jika berangkat dari Terminal Giwangan, pewisata dapat menggunakan bus kota jalur 4 atau jalur 12 melewati Jalan Sultan Agung, kemudian turun di depan Pura Pakualaman dengan membayar ongkos sekitar Rp. 3.000,00 (Juli 2010).
Selain itu, jika berangkat dari Stasiun Lempuyangan, wisatawan dapat menggunakan becak atau andong menuju Pura Pakualaman dengan membayar ongkos sekitar Rp. 15.000,00 atau bisa juga menggunakan taksi dengan membayar ongkos kurang lebih Rp. 20.000,00. Sementara pewisata yang berangkat dari Stasiun Tugu dapat menggunakan becak atau andong menuju ke Pura Pakualaman dengan membayar ongkos kurang lebih Rp. 10.000,00.


E.           Harga Tiket
Tiket masuk ke bagian depan Keraton, yaitu Pagelaran dan sekitarnya sebesar Rp. 5.000,00 sedangkan tiket masuk untuk bagian dalam Keraton melalui Keben sebesar Rp. 7.000,00.
Sementara itu, kunjungan Anda ke Pura Pakualaman tidak dikenai biaya sepeser pun. Istana kedua di Yogyakarta ini buka setiap hari pada pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB. Sedangkan untuk Museum Pakualaman buka pada hari-hari tertentu, yakni Minggu, Selasa, dan Kamis, pukul 09.00 sampai pukul 13.30 WIB.
F.            Akomodasi dan Fasilitas
Tempat parkir kendaraan, terdapat di sekitar Pagelaran, sekitar Keben, dan Alun-alun Utara. Banyak terdapat kios penjual cinderamata di sekitar Keraton. Di dalam komplek Pura Pakualaman terdapat sebuah Masjid Besar Pakualaman yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II. Selain itu, juga ada Stasiun Radio Star FM dan kantor-kantor unit usaha yang dijalankan oleh keluarga besar Paku Alam.




BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1  Simpulan
Banyak kebudayaan di Indonesia yang termasuk juga budaya di Jogjakarta, macam – macam budaya pada jogja ialah:
a)      Upacara adat Grebeg Kraton Yogyakarta
Upacara Adat Grebeg Keraton Yogyakarta merupakan upacara adat yang diadakan sebagai kewajiban sultan untuk menyebarkan dan melindungi agama Islam. Upacara yang lebih dikenal dengan nama grebeg ini pertama kali diadakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755—1792).
b)     Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng Kotagede
Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng yakni arak-arakan gunungan dengan dikawal oleh abdi dalemKasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kirab ini sebagai bentuk visualisasi bersatunya keraton dengan masyarakat serta manunggalnya ulama dan umaro. Dengan berperan sebagai prajurit Kraton, warga Kotagede berusaha menumbuhkan rasa rindunya terhadap budaya serta sebagai penghargaan pada Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
c)      Jogja Java Caraval
Salah satu acara yang menjadi agenda tahunan pemerintah kota Yogyakarta ini adalah Jogja Java Carnival. Acara ini biasanya digelar sebagai penutup sekaligus puncak selebrasi hari jadi Kota Yogyakarta. Jogja Java Carnival sendiri merupakan pagelaran seni budaya yang dikemas dengan konsep street carnaval atau parade jalanan. Berbagai karakter budaya yang ada di Kota Yogyakarta, baik budaya tradisional maupun budaya kontemporer dipadukan menjadi satu tanpa meninggalkan akar tradisi yang sudah terpatri dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta.

d)     Kondur Gongso
Kondur dalam bahasa Jawa berarti “kembali atau pulang” danGongso berarti “gamelan”, jadi Kondur Gongso adalah sebuah prosesi kembalinya dua perangkat gamelan milik keraton dari Masjid Agung Kauman pada menjelang tengah malam. Dua perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilogo itu merupakan duplikat dari gamelan Demak yang merupakan kerajaan pertama yang mewarisi tradisi perayaan Sekaten. Dulu, gamelan menjadi salah satu media untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkan syiar agama Islam.
e)      Lampah Bisu Mubeng Beteng
Ritual Lampah Bisu Mubeng Benteng ini bukan tradisi yang diciptakan oleh keraton, melainkan memang sudah tradisi asli masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke-6 Sebelum muncul kerajaan Mataram – Hindu. Tradisi ini dikenal dengan nama muser atau munjer yang berarti mengelilingi pusat. Pusat yang dimaksudkan adalah pusat wilayah desa, ketika perdesaan berkembang menjadi kerajaan muser pun berubah menjadi tradisi mengelilingi wilayah pusat kerajaan.
f)       Masangin
Meskipun kawasan ini hanya berupa tanah lapang dengan dua beringin besar di tengahnya, Alkid memiliki magnet tersendiri yang menyebabkan orang-orang datang berbondong-bondong ke kawasan ini. Salah satu magnet penarik wisatawan tersebut adalah tradisi Masangin atau berjalan masuk di antara dua pohon beringin yang berada tepat di tengah alun-alun. Menurut kepercayaan yang beredar di masyarakat, barangsiapa yang berhasil berjalan melewati dua beringin dengan mata tertutup, permohonannya akan dikabulkan.
g)      Miyos Gongso
Miyos dalam bahasa Jawa berarti “keluar” dan Gongso berarti “gamelan”, jadi Miyos Gongso adalah sebuah prosesi dikeluarkannya dua perangkat gamelan milik keraton ke Masjid Agung Kauman pada menjelang tengah malam. Dua perangkat gamelan yang bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo itu merupakan duplikat dari gamelan Demak yang merupakan kerajaan pertama yang mewarisi tradisi perayaan Sekaten. Dulu, gamelan menjadi salah satu media untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkan syiar agama Islam.
h)     Pasar Malam Perayaan Sekaten
Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) atau yang sering disingkat dengan nama Sekaten merupakan salah satu agenda budaya yang rutin dilaksanakan setiap tahun oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Acara ini dilaksanakan dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 5 Rabiul Awal (kalender Hijriah) atau tanggal 5 bulan Maulud (Kalender Jawa). Pada mulanya, acara ini adakan sebagai syi’ar agama Islam oleh Sultan Hamengku Buwono I kepada masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun, Sekaten saat ini lebih condong kepada pesta rakyat dibandingkan dengan syi’ar agama
i)        Tari Klasik Gaya Jogjakarta
Sebagai kota budaya, Yogyakarta tidak bisa terlepas dari keberadaan seni tari yang sudah ada sejak lama. Keberadaan Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang tumbuh di lingkungan keraton melalui waktu yang panjang dan nilai artistik yang tinggi adalah hasil karya budaya yang tidak bisa dipisahkan dari Yogyakarta. Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Yogyakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman)
3.2  Saran
Budaya di Indonesia itu sangat lah banyak, termasuk budaya Jogjakarta yang masih melekat hingga saaat ini, semua itu terjadi arena dukungan peerintah dan juga rakyat yang kompak serta memerhatikan budaya dan lingkungannya, untuk embuat daerah itu dapat menyandang gelar daerah istimewa.
Jika kita ingin kebudayaa Indonesia masih tetap akan melekat di hati semua rakyat, maka kita sebagai geneasi muda haruslah bersukur karena budaya di Indonesia masih ada  meskipun tidak sepenuhnya ada, sebagian sudah hilang, oleh karena itu kita generasi muda harus tetap menjaga dan melestarikan budaya di Indonesia.




Daftar Pustaka
R. Riski dan T. wibisono, 2003,  Mngenal Seni dan Budaya di Indonesia,

          Depok: Penebar Swadaya

Prof. Dr. koentjaraningrat, 2000, Manusia dan Seni Budaya Indonesia, 

          Surabaya: Djambatan

Edi Sedyawati, 2008, Budaya Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers
www.jogjatrip.comJogja Carnivalhttp://www.jogjatrip.com/jogja-

                                carnival.html

-------------------------, Kirab Seni Budaya Ambengan Ageng Kotagede,

                                 http://www.jogjatrip.com/kirab-seni-budaya-ambengan-         
                                 ageng-kota-gede.html

-------------------------, Kodur Gogsohttp://www.jogjatrip.com/kodur-

                                   gongso.html

-------------------------, Lampah Bisu MubengBeteng

                                   http://www.jogjatrip.com/lampah-bisu-mubeng-
                                   beteng.html

-------------------------, Masanginhttp://www.jogjatrip.com/masangin.html
-------------------------, Miyos Gongsohttp://www.jogjatrip.com/miyos-

                                          gongso.html

-------------------------, Pasar Malam perayaan Sekaten

                                   http://www.jogjatrip.com/pasar-malam-perayaan-
                                   sekaten.html

------------------------, Upacara Adat Grebeg Kraton Yogjakarta

                                  http://www.jogjatrip.com/upacara-adat-grebeg-kraton-
                                  yogjakarta.html

------------------------, Tari Klasik Gaya Yogyakarta
                                  http://www.jogjatrip.com/tariklasik-gaya-

                                  yogyakarta.html



SUMBER : http://the-generator-vieqi.blogspot.com/2013/02/karya-tulis-ilmiah-kebudayaan-di-jogja_17.html